Dapodik Dimanfaatkan Oleh Lembaga Asing


“Semua sudah mengacu ke Dapodik. Tidak ada data lain sekaya data Dapodik,”.
“Tidak ada data lain sekaya data Dapodik,”

Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dimanfaatkan oleh beberapa lembaga donor asing. AUSAID, USAID, World Bank, dan Asian Development Bank memanfaatkan Dapodik untuk berbagai analisis guna menunjang program-program yang mereka jalankan, seperti pemetaan dan penataan guru.

Kepala Sub Bagian Data dan Informasi Bagian Perencanaan dan Penganggaran Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Supriyatno mengatakan Dapodik juga dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah dalam menunjang berbagai perencanaan dan program pendidikan di daerah masing-masing.

“Semua sudah mengacu ke Dapodik. Tidak ada data lain sekaya data Dapodik,” kata Supriyatno saat Rapat Koordinasi Kegiatan Dekonsentrasi Bidang Pendidikan Dasar di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur (16/04/2014).

Dapodik merupakan sistem yang sangat rumit. Menurut Supriyatno, pendataan ini lebih kompleks dibandingkan dengan sistem pendataan lain di Indonesia, termasuk e-KTP. Pasalny Dapodik datanya lebih bersifat relasional daripada sistem yang digunakan e-KTP.

“Sementara Dapodik ada data relasional yang mengaitkan tiga entitas pokok pendidikan yaitu data pendidik dan tenaga kependidikan, satuan pendidikan, dan peserta didiknya,” kata Supriyatno yang SekolahDasar.Net kutip dari laman dikdas.kemdikbud.go.id (17/04/2014).

Penjaringan data ini melibatkan sekolah, melalui sebuah aplikasi ketiga entitas pokok pendidikan dikirim ke pusat. Saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadikan Dapodik sebagai dasar kebijakan pendidikan seperti pemberian aneka tunjangan guru, penyaluran BOS, BSM, dan sebagainya.

Sebelumnya Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan Dapodik berhasil menyelamatkan APBN dari potensi kebocoran. Dari Dapodik didapatkan data guru yang benar-benar layak mendapatkan tunjangan.

Segera Perbaiki Dapodik Jika SKTP Belum Keluar

Surat Keputusan Tunjangan Profesi (SKTP) atau juga dikenal SK Dirjen sebagian besar sudah diterbitkan oleh Direktorat P2TK. Bagi guru yang sudah mengecek SK Dirjen-nya dan belum keluar tentu gelisah. Ini terjadi karena namanya belum terjaring dalam aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sehingga terancam tidak akan mendapat tunjangan profesi.

Bagi guru yang belum dikeluarkan SKTP-nya tidak perlu khawatir, ini disampaikan oleh Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Surapranata. Jika belum mendapatkan SKTP, itu terjadi karena pengisian instrumen pendataan oleh operator sekolah belum lengkap. Maka yang perlu dilakukan adalah melengkapi instrumen pendataan.

“Bagi guru yang tidak keluar SK-nya sekarang, itu bukan kiamat. Silakan melengkapi persyaratan-persyaratan, nanti di tengah jalan akan keluar. Haknya dari bulan Januari tidak hilang,” kata Surapranata dikutip dari website Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.

Setelah data di Dapodik diperbaiki dan lengkap lalu SK Tunjangan Profesi dikeluar, guru mendapat tunjangan secara rapel tanpa ada pemotongan sepeserpun. Seperti juga diberitakan sebelumnya, data yang belum benar harus diperbaiki oleh guru yang bersangkutan melalui operator sekolah paling lambat triwulan II.

Secara terpisah Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Supriyatno mengatakan salah satu penyebab SK tidak keluar karena pengisian instrumen data oleh operator sekolah di Dapodik tidak lengkap.

Seharusnya data yang dimasukkan dalam aplikasi Dapodik lengkap, benar dan wajar. Jangan sampai ada variabel yang kosong dan terlewat diisi. Jika ada satu saja variabel tak diisi, maka data secara keseluruhan tidak bisa diolah. “Misalnya saya mengajar, tapi rombongan belajarnya (rombel) tidak diisi, bagaimana bukti mengajarnya?” kata Supriyatno.

Dapodik merupakan program pendataan yang digalang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjaring tiga entitas data pokok pendidikan di seluruh Indonesia secara individual dan relasional. Tiga entitas data tersebut yaitu peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), dan satuan pendidikan.

Tidak lengkapnya data yang diunggah ke sistem Dapodik merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Maka ia berharap kepala sekolah memberi perhatian lebih kepada operator karena tugas mereka lumayan berat. “Sekolah-sekolah yang perhatian terhadap operatornya, operatornya bekerja dengan tenang. Semua variabel datanya dilengkapi. Mereka mulus saja,” ujarnya.

Dalam kesempatan menanggapi keluhan sejumlah guru yang namanya belum tercantum dalam Dapodik, Supriyatno menjelaskan, aplikasi Dapodik tidak menentukan seorang guru mendapat tunjangan profesi atau tidak. Dapodik sekadar menyajikan data secara individual dan terelasi dengan sekolah dan rombongan belajar yang diemban/diampu. Dapodik sekadar bahan mentah yang digunakan untuk menyalurkan tunjangan sesuai kriteria dan aturan yang telah ditentukan.

Selain melalui Dapodik, penjaringan data dilakukan pula dengan pengecekan secara manual. Operator sekolah yang bersangkutan dihubungi baik melalui telepon, pesan layanan singkat, ataupun surat. Kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat juga turut dihubungi. Dengan begitu, penjaringan instrumen pendataan akan cepat tuntas.

Sumarna juga menyampaikan, tunjangan khusus yaitu tunjangan untuk guru-guru yang mengabdi di kawasan yang tergolong daerah khusus telah tersalur 100 persen. Dana tunjangan profesi dikirim ke rekening masing-masing guru. Untuk tunjangan profesi baru tersalurkan sekitar 40 persen.

JAMINAN SOSIAL BAGI GURU SWASTA


Let's thinkGuru swasta merupakan salah satu bagian tenaga kependidikan yang mengabdikan dirinya dillembaga pendidikan yang dikelola oleh fihak swasta. banyak dari mereka hanya mendapatkan honor yang kurang mencukupi kebutuhan hidupnya. besar kecilnya honor yang berikan bergantung pada jam mengajar yang di ampunya. beberapa lembaga pendidikan memang ada yang memberikan gaji pokok pada guru tetapnya. namun banyak yang hanya sekedar status.
jumlah lembaga pendidikan sekolah yang peduli pada kemajuan pendidikan lebih sedikit dari lembaga pendidikan yang orientasinya mencari keuntungan dan menjadi lahan basah bagi sang pemilik yayasan sekolah. ada beberapa yayasan perorangan dan organisasi yang memang memberikan tempat tinggal bagi gurunya agar tidak selalu terlambat berangkat kesekolah dan memberikan subsidi jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK) yang sudah di bentuk pemerintah. yang memiliki program jaminan kesehatan, perumahan, hari tua, dll. namun malang nasib guru swasta yang bekerja di kota besar banyak yang bertempat tinggal di pinggir kota bahkan pelosok desa yang mungkin jarak tempuhnya berkisar 50 km dari sekolah. dan harus mengejar waktu agar tidak terlambat mengajar di sekolah.
oleh karena itu perlu adanya perhatian pemerintah yang secara penuh terhadap nasib gur u yang taraf kehidupannya berada di bawah garis sejahtera. walaupun kita tahu bahwasanya tingkat kesejahteraan adalah sesuatu yang relatif.
diperlukan sebuah intervensi pemerintah untuk memberikan support bagi guru swasta yang honornya dibawah UMR dan membuat program rumah murah bagi guru swasta agar guru swasta banyak yang tidak menyewa lagi. dan guru swasta bisa bekerja dan mengajar tanpa berfikir bagaiman mencari uang untuk uang sewa rumah, keluarga sakit, dll.
bagaimana guru bisa mengajar dengan konsentrasi baik, jika ia masih terganggu akan minimnya kesejahteraan yang di dapat dari kerjanya pagi dan siang.


SERTIFIKASI GURU “Antara Profesional & Kesejahteraan”


SERTIFIKASI GURU “Antara Profesional & Kesejahteraan”
illustrasi guru mengajar di kelas

Beberapa bulan terakhir ini, sedang hangat dibicarakan masalah sertifikasi guru. Apa sih sebetulnya sertifikasi guru itu? Konon kabarnya, untuk mendapatkan sertifikasi guru itu harus melalui beberapa tahapan. Pertama sekali ia harus mengikuti yang namanya UKG atau Ujian Kompetensi Guru. Setelah dinyatakan Lulus UKG barulah kemudian guru itu harus mengikuti Pelatihan Guru. Jika ia sudah mengikuti pelatihan guru dan dinyatakan LULUS, barulah kemudian dia berhak mendapatka sertifikat pendidik dan dinyatakan sebagai seorang guru yang profesional.

Persoalannya sekarang, apa sih fungsi utama dari adanya program sertifikasi guru ini? Bukankah hanya untuk mendapatkan Tunjangan saja? Alias mendapatkan gaji tambahan selain gaji pokok sebagai seorang guru? Kenapa pemerintah begitu gencar menggiatkan program sertifikasi guru ini? Yang konon kabarnya di tahun 2015 nanti semua guru yang sudah lama mengabdi harus sudah sertifikasi semua. Alias sudah memiliki sertifikat pendidik dan dinyatakan sebagai guru yang profesional dibidangnya.

Sungguh sangat disayangkan, menurut hemat penulis program sertifikasi guru ini belum begitu efektif untuk meningkatkan qualitas pendidikan di Indonesia ini. Kita tahu, saat ini sudah banyak guru yang sudah sertifikasi. Namun apakah mereka yang sudah sertifikasi itu, sudah betul-betul profesional dalam mengajar dan mendidik para peserta didik? Masih menjadi pertanyaan besar bagi kita. Cobalah kita tanyakan kepada mereka yang sudah mengikuti pelatihan guru itu? apa sih yang mereka dapatkan? Dari pelatihan yang hanya memakan waktu kurang lebih dua minggu itu, bisakah menjadikan mereka sebagai guru yang profesional dibidangnya? Meskipun saya yakin mereka sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal mendidik. Untuk menjadi seorang yang profesional diperlukan waktu yang tidak singkat.

Cobalah kita renungkan, usai pelatihan dan dinyatakan Lulus para guru itu memiliki tanggungjawab yang sangat besar. Mereka dituntut untuk mengajar minimal 24 jam dalam seminggu. Lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah yang tidak bisa menyediakan waktu sebanyak itu? terutama sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah pelosok. Apakah kewajiban ini berlaku bagi mereka? Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengatasi persoalan ini? padahal banyak guru-guru yang memang jam mengajarnya kurang. Sehingga mau tidak mau, mereka harus mengajar bukan bidang mereka. Misalnya, guru bahasa inggris, karena kurang jam mengajarnya maka dilimpahkan tanggung jawab untuk mengajar matematika. Apa yang akan terjadi pada peserta didik? Jika hal semacam itu berlaku? Apakah itu yang disebut dengan profesional dibidangnya?
Sungguh ironi memang, pemerintah menuntut hal seperti itu, namun dari satu sisi para guru tidak bisa memenuhi tuntutan pemerintah itu sendiri. Lalu siapa yang mau disalahkan?

Penulis sendiri tidak mengerti mau diarahkan kemana sebetulnya program sertifikasi guru ini. Undang-undang yang mengatur tentang sertifikasi guru ini juga belum terlalu berperan begitu banyak. Sebetulnya pemerintah bermaksud baik dengan diadakannya sertifikasi guru ini, hanya saja pemerintah masih melihat dari satu sisi saja yakni adanya kesejahteraan guru. Namun belum memikirkan terlalu banyak bagaimana qualitas pendidikan di Indonesia ini setelah adanya sertifikasi ini. Sudahkah sertifikasi guru ini meningkatkan qualitas sumber daya manusia dalam hal ini peserta didik itu sendiri. Terlebih lagi, mutu guru itu sendiri. Apakah sudah benar-benar menjadi seorang guru yang profesional dibidangnya. Wollohu’alam…!

BUDI R.
b/R