Beberapa bulan terakhir ini, sedang hangat dibicarakan masalah
sertifikasi guru. Apa sih sebetulnya sertifikasi guru itu? Konon
kabarnya, untuk mendapatkan sertifikasi guru itu harus melalui beberapa
tahapan. Pertama sekali ia harus mengikuti yang namanya UKG atau Ujian
Kompetensi Guru. Setelah dinyatakan Lulus UKG barulah kemudian guru itu
harus mengikuti Pelatihan Guru. Jika ia sudah mengikuti pelatihan guru
dan dinyatakan LULUS, barulah kemudian dia berhak mendapatka sertifikat
pendidik dan dinyatakan sebagai seorang guru yang profesional.
Persoalannya sekarang, apa sih fungsi utama dari adanya program
sertifikasi guru ini? Bukankah hanya untuk mendapatkan Tunjangan saja?
Alias mendapatkan gaji tambahan selain gaji pokok sebagai seorang guru?
Kenapa pemerintah begitu gencar menggiatkan program sertifikasi guru
ini? Yang konon kabarnya di tahun 2015 nanti semua guru yang sudah lama
mengabdi harus sudah sertifikasi semua. Alias sudah memiliki sertifikat
pendidik dan dinyatakan sebagai guru yang profesional dibidangnya.
Sungguh sangat disayangkan, menurut hemat penulis program sertifikasi
guru ini belum begitu efektif untuk meningkatkan qualitas pendidikan di
Indonesia ini. Kita tahu, saat ini sudah banyak guru yang sudah
sertifikasi. Namun apakah mereka yang sudah sertifikasi itu, sudah
betul-betul profesional dalam mengajar dan mendidik para peserta didik?
Masih menjadi pertanyaan besar bagi kita. Cobalah kita tanyakan kepada
mereka yang sudah mengikuti pelatihan guru itu? apa sih yang mereka
dapatkan? Dari pelatihan yang hanya memakan waktu kurang lebih dua
minggu itu, bisakah menjadikan mereka sebagai guru yang profesional
dibidangnya? Meskipun saya yakin mereka sudah memiliki banyak pengalaman
dalam hal mendidik. Untuk menjadi seorang yang profesional diperlukan
waktu yang tidak singkat.
Cobalah kita renungkan, usai pelatihan dan dinyatakan Lulus para guru
itu memiliki tanggungjawab yang sangat besar. Mereka dituntut untuk
mengajar minimal 24 jam dalam seminggu. Lalu bagaimana dengan
sekolah-sekolah yang tidak bisa menyediakan waktu sebanyak itu? terutama
sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah pelosok. Apakah kewajiban
ini berlaku bagi mereka? Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengatasi
persoalan ini? padahal banyak guru-guru yang memang jam mengajarnya
kurang. Sehingga mau tidak mau, mereka harus mengajar bukan bidang
mereka. Misalnya, guru bahasa inggris, karena kurang jam mengajarnya
maka dilimpahkan tanggung jawab untuk mengajar matematika. Apa yang akan
terjadi pada peserta didik? Jika hal semacam itu berlaku? Apakah itu
yang disebut dengan profesional dibidangnya?
Sungguh ironi memang, pemerintah menuntut hal seperti itu, namun dari
satu sisi para guru tidak bisa memenuhi tuntutan pemerintah itu sendiri.
Lalu siapa yang mau disalahkan?
Penulis sendiri tidak mengerti mau diarahkan kemana sebetulnya
program sertifikasi guru ini. Undang-undang yang mengatur tentang
sertifikasi guru ini juga belum terlalu berperan begitu banyak.
Sebetulnya pemerintah bermaksud baik dengan diadakannya sertifikasi guru
ini, hanya saja pemerintah masih melihat dari satu sisi saja yakni
adanya kesejahteraan guru. Namun belum memikirkan terlalu banyak
bagaimana qualitas pendidikan di Indonesia ini setelah adanya
sertifikasi ini. Sudahkah sertifikasi guru ini meningkatkan qualitas
sumber daya manusia dalam hal ini peserta didik itu sendiri. Terlebih
lagi, mutu guru itu sendiri. Apakah sudah benar-benar menjadi seorang
guru yang profesional dibidangnya. Wollohu’alam…!
BUDI R.
b/R
b/R